Selasa, 12 April 2016

Kasus Diversity Karyawan di PT. Bima Indonesia


  1. Kasus
PT. Bima Indonesia merupakan sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit yang ada dikabupaten Solok Selatan , Sumatra Barat. Perusahaan ini berdiri pada tahun 1994 dengan tujuan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar yang pada waktu itu tidak mempunyai lapangan pekerjaan.  Pada tahun 1997 perusahaan perkebunan kelapa sawit ini memiliki jumlah karyawan sekitar 200 orang, baik yang bekerja diperkebunan maupun yang bekerja didalam perusahaan tersebut. Seiring dengan berjalannya  waktu, perusahaan tersebut berhasil menjadi salah satu perusahaan kelapa sawit terbesar dipulau Sumatra dengan jumlah pekerja sekitar 500 orang yang berasal dari latar belakang yang berbeda-beda. Sebagai sebuah perusahaan perkebunan yang berada di tengah-tengah mayoritas suku Solok, PT. Bima Indonesia, perusahaan memberikan perlakuan yang sama/adil terhadap karyawan yang berasal dari suku Solok dengan karyawan yang berasal dari luar suku Solok  khususnya dalam  kedudukan dalam perusahaan. Pada tahun 2012, manajemen PT. Bima Indonesia membuat sebuah peraturan yang menyatakan  setiap orang/ karyawan yang berhak menempati posisi tertinggi dalam perusahaan hanya berasal dari suku Solok saja dengan pertimbangan bahwa suku tersebut  lebih mengenal nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakat Solok. Peraturan  manajemen tersebut  ditolak oleh karyawan yang bersal dari suku lain/diluar suku Solok, karyawan dari suku lain menganggap bahwa perusahaan telah melakukan diskriminasi terhadap mereka yang berasal dari suku lain. Menurut mereka, pihak manejemen tidak adil dalam menerapkan peraturan tersebut. Jika dibandingkan dengan karyawan dari suku Solok, pendidikan yang dimiliki oleh karyawan yang berasal dari luar suku Solok jauh lebih tinggi, sehingga kesempatan untuk menempati posisi yang lebih tinggi dalam perusahaan semakin mudah dan keberlangsungan perusahaan akan lebih baik. Sehingga sebagai minoritas para pekerja merasa mendapat perlakuan diskriminasi.
Masalah lain yang terjadi didalam PT. Bima Indonesia, yaitu diskriminasi terhadap karyawan wanita yang bekerja diperkebunan kelapa sawit. Diskriminasi yang terjadi yaitu karyawan wanita sering bekerja sendirian diperkebunan tanpa adanya bantuan dari pekerja laki-laki, sehingga dalam mengambil dan mengangkut biji-biji sawit juga dikerjakan oleh perempuan. Hal lain yang juga tidak jarang terjadi pada saat pekerja wanita berada diperkebunan yaitu pelecehan seksual, dan tidak diizinkan untuk membawa anak-anak mereka untuk datang ke perkebunan. Dalam pemberian gaji pun pihak perusahaan tidak memberikan gaji yang sepantasnya kepada para wanita yang bekerja diperkebunan, dan tidak memberikan upah tambahan buat mereka.
  1. Landasan Teori
Munculnya diversity sebagai tantangan penting dalam perubahan demografi, dimana karyawan yang lebih tua, perempuan, minoritas, dan yang lebih berpendidikan  sekarang menjadi banyak jumlahnya dalam sebuah organisasi, sehingga tantangan untuk manajemen akan berhubungan dengan perubahan kesukuan seperti perubahan berkaitan dengan gender, minoritas, usia, sehingga berpengaruh dalam konteks kebijakan dan praktik upah serta promosi (Luthans, 2005:75-78). Sebuah metafora “glass ceiling” menggambarkan bahwa adanya sebuah penghalang yang tak terlihat bagi ras, warna kulit tertentu, kaum minoritas, serta wanita untuk dapat menduduki suatu jabatan penting dalam perusahaan.
Menurut (Betters-Reed & Moore, 1995) menyatakan bahwa tingginya mobilitas sosial, menyebabkan sebuah organisasi memiliki pegawai yang berasal dari berbagai suku, agama, dan ras dengan karakteristik yang berbeda. Sehingga kondisi ini mengubah situasi pegawai yang semula bersifat homegen menjadi heterogen, dimana manejemen sumber daya manusia secara konvensional tidak cukup memiliki kemampuan untuk menangani masalah keanekaragaman pegawai dan situasi seperti ini manajemen sumber daya manusia mengalami konvergensi paradigma atau shifting the management development paradigm. Menurut (Gallos, 1995) memberi konsep bahwa lingkungan kerja yang sifatnya maskulin menciptakan situasi dimana kantor adalah more comfortable second home bagi laki-laki namun sebaliknya bagi perempuan kantor adalah rumah kedua yang mengandung situasi berbahaya karena gangguan utama bagi kaum perempuan dalam bentuk pelecehan seksual yang menyangkut persoalan martabat atau harga diri perempuan sebagai manusia.
Salomon dan Schork (1998) menyatakan tiga kunci keberhasilan perusahaan-perusahaan dalam mengelola keragaman budaya yaitu: (1) meningkatkan asset yang lebih luas kepada kelompok-kelompok pekerja yang berbakat, (2) meningkatkan inovasi, (3) hubungan yang kuat dengan pelanggan. Sehingga menurut (Parvis, 2003) manfaat yang diperoleh dari keragaman tenaga kerja antara lain muncul ide, gaya, bentuk ketaatan, visi, kreatifitas, inovasi, sejarah, dan gaya hidup.

  1. Penutup
Adanya keberagaman tenaga kerja seringkali dipandang hanya akan menimbulkan masalah bagi perusahaan, namun pengelolaan keberagaman yang baik justru dapat memberikan keunggulan kompetitif bagi perusahaan. Agar dapat memperoleh keunggulan kompetitif tersebut, maka organisasi harus mengarah pada terbentuknya organisasi multibudaya yaitu organisasi yang menghargai, mempromosikan, dan secara proaktif mengelola perbedaan-perbedaan budaya yang ada diantara sumberdaya manusia yang dimilikinya. Pengelolaan organisasi ini dilakukan untuk meminimumkan konflik dan memaksimalkan keunggulan-keunggulan yang dapat diperoleh dari adanya keberagaman budaya sumber daya manusia.
       






1 komentar: